fbpx

7 Perubahan Otak yang Terjadi Saat Kamu Jatuh Cinta

jatuh cinta

Jatuh cinta itu sesuatu yang magical banget nggak sih? Fenomena satu ini jadi inspirasi lagu, cerita, film, dan drama yang sudah nggak terhitung lagi jumlahnya. Tapi sebenarnya, jatuh cinta itu nggak semenakjubkan itu, kok. Bahkan, kita sekarang sudah tau bagaimana situasi ini mempengaruhi otak.

Walau rasa “butterflies in your stomach” terkesan seperti kode dari semesta, hal ini sebenarnya terjadi akibat suatu reaksi di otak. Jika kamu berpikir kalau cinta itu adalah urusan hati, sebenarnya hal ini berhubungan dengan otak juga, lho. 

Cek yuk, kalau menurut sains, ini lho yang terjadi pada otak kita saat jatuh cinta.

Saat Jatuh Cinta, Otak Dibanjiri Dopamin

Ketika kita sedang naksir seseorang, kita sering merasakan euforia. Rasa giddy atau bahagia luar biasa ini ternyata disebabkan oleh otak, lho. “Jatuh cinta menyebabkan tubuh melepaskan sejumlah besar feel-good chemical (alias zat kimia yang bikin senang) yang kemudian memicu beberapa reaksi fisik tertentu,” ujar Pat Mumby, co-director dari Loyola Sexual Wellness Clinic, kepada Science Daily

Menurut WebMD, “feel-good chemical” ini adalah dopamin, neurotransmiter yang dibuat di otak dan memiliki fungsi untuk membantu sel-sel saraf berkomunikasi. Hal ini terjadi secara alami, dan mempengaruhi bagaimana kita merasakan kenikmatan atau rasa senang. 

Walau dopamin selalu ada pada sistem saraf, tapi ketika alirannya tiba-tiba membanjir saat kita jatuh cinta, kamu akan merasa sangat-sangat happy. Jadi bukan semata urusan hati ya!

Kadar Oksitosin Meningkat Saat Kita Jatuh Cinta

Kadar Oksitosin Meningkat Saat Kita Jatuh Cinta

Oksitosin adalah hormon yang potent alias kuat dan memainkan peranan besar dalam urusan percintaan, bahkan dikenal sebagai “love hormone” alias hormon cinta. Hormon ini diproduksi pada bagian otak yang disebut hipotalamus dan berfungsi sebagai neurotransmitter. Ketika kamu tertarik pada seseorang, otak melepaskan dopamin dan memproduksi oksitosin, sehingga menghasilkan gelombang kebahagiaan. 

Studi tahun 2012 yang dipublikasikan di Psychoneuroendocrinology menemukan, pasangan yang baru saja memulai hubungan memiliki kadar oksitosin lebih tinggi dibanding mereka yang single. Tapi oksitosin nggak cuma bikin para pasangan baru ini merasa happy, lho. Satu artikel yang diterbitkan dalam Current Opinion in Psychiatry mengungkapkan, oksitosin bisa jadi membantu perkembangan hubungan pasangan dalam berbagai cara, termasuk meningkatkan kepercayaan, kesetiaan, komunikasi, dan membentuk berbagai kenangan positif bareng pasangan kamu. Awh, so sweet!

Diluar urusan asmara, oksitosin memegang peranan super penting dalam masalah reproduksi dan persalinan. Untuk perempuan, hormon ini bisa memicu kelahiran, dan pada pria, oksitosin bantu menggerakkan sperma. Seks juga bisa meningkatkan produksi hormon ini.

Saat Naksir Seseorang, Otak Otomatis Melihatnya Maha Sempurna

Kalau pepatah bilang “cinta itu buta” rupanya ada landasan sains-nya, lho. Ketika kamu jatuh hati sama seseorang, ternyata susah untuk melihat kekurangan gebetan karena kamu sedang dibuat “mabuk” asmara. Rupanya, otak kitalah yang jadi biang kerok membuat kekurangan si dia jadi terlihat seperti “kelebihan”. 

Catatan dari Harvard Mahoney Neuroscience Institute mengungkapkan, alasan mengapa kita sering merasa dia seolah super sempurna adalah karena rasa nikmat dan senang yang muncul akibat jatuh cinta. Kondisi di mabuk asmara ini adalah ketika jalur saraf yang bertanggungjawab untuk emosi negatif seperti rasa takut dan pertimbangan sosial diblokir jalannya dan menjadi tidak aktif.  Ketika kamu jatuh cinta, bagian otak yang bertanggungjawab untuk membuat penilaian kritis terhadap seseorang shutting down, alias mati, inilah kenapa orang yang kita taksir seperti nggak ada salahnya, perfect! Hati-hati tertipu nih sama pikiran kita sendiri 

Jatuh Cinta Memicu Respons Flight-or-Fight pada Otak

Jatuh Cinta Memicu Respons Flight-or-Fight pada Otak

Saat naksir seseorang, biasanya kita sering merasa seperti mules, deg-degan, serba salah tingkah, bahkan nggak jarang tangan jadi berkeringat dingin. Hmm, ternyata ini semua akibat meningkatnya hormon adrenalin dan norefedrin dalam tubuh. 

Mengutip Healthline, adrenalin–yang juga disebut efiferin–disebut sebagai “fight-or-flight” hormon karena biasanya dilepaskan dalam situasi ketika otak berpikir kamu butuh booster, seperti pada momen yang menegangkan, berbahaya, dan bikin stres. Walau cinta nggak (selalu) berbahaya, tapi jatuh hati bisa memicu dilepaskannya adrenalin dalam tubuh. Aliran adrenalin akan bikin jantung berdetak lebih cepat, akibatnya semakin banyak aliran darah ke otak dan otot-otot tubuh. Norefedrin mirip dengan adrenalin dan bisa memicu detak jantung dan meningkatkan tekanan darah. 

Walau perasaan penuh tekanan ini nggak menyenangkan, tapi fight-or-flight (alias berantem atau kabur) ini adalah salah satu bentuk evolusi manusia. Menurut Harvard Health, respons ini adalah mekanisme pertahanan yang memungkinkan manusia dan mamalia lainnya untuk bisa bereaksi secara cepat dalam situasi yang mengancam.

Otak Kita Jadi Sinkron dengan Pasangan

Pernah nggak sih merasa, kamu dan pasangan memang diciptakan untuk satu sama lain, karena kalian apa-apa tuh nyambung dan terkoneksi dengan sebegitu sempurnanya. Ternyata ada juga nih penjelasan ilmiah untuk hal ini. 

Menurut riset yang dilakukan oleh psikoterapis saraf Trisha Stratford, dua orang bisa jadi sangat terkoneksi sampai-sampai sebagian dari sistem saraf mereka tersinkronisasi. Wow!

Hal ini nggak hanya terjadi pada pasangan yang jatuh cinta saja, tapi juga pada orang-orang yang hubungannya dekat. Penelitian Stratford ini dilakukan saat sesi konsultasi dengan terapis. Kemudian ditemukan bahwa pada satu titik, orang-orang yang berinteraksi mencapai satu momen kesatuan atau kondisi spesial yang mana satu bagian dari otak yang disebut lobus parietal terpicu untuk beraksi. Stratford juga menambahkan, “Ketika hal ini terjadi kita bisa memahami otak dan tubuh satu sama lain secara lebih dalam–seperti indera keenam.”

Walaupun kondisi sinkronisasi ini tidak membutuhkan kontak fisik untuk bisa terjadi, satu studi yang diterbitkan dalam Frontiers in Psychiatry menemukan, pola otak juga tersinkronisasi ketika kita bersentuhan. Ini artinya ketika dua orang menjalani hubungan dan sering bersentuhan atau berpelukan, otak mereka membuat mereka semakin dekat.

Ketika Disentuh Orang yang Dicintai, Rasa Sakit Bisa Berkurang

Ketika Disentuh Orang yang Dicintai, Rasa Sakit Bisa Berkurang

Cinta itu magis, well at least, kita sering merasa seperti itu. Salah satu keajaiban cinta itu adalah karena ternyata bisa bikin rasa sakit kamu berkurang. Satu studi yang diterbitkan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America menemukan, ketika kita disentuh atau menyentuh orang yang kita sayang, terjadi sinkronisasi pada gelombang otak yang memicu rasa nyaman, baik secara emosional maupun fisik. Studi ini menemukan, sentuhan sesederhana berpegangan tangan ketika kita merasa kesakitan bisa meningkatkan empati sambil membuat rasa sakit atau nyeri tadi menyusut. 

Fenomena “brain-to-brain coupling” ini diobservasi pada dua puluhan pasangan heteroseksual yang berusia di antara 23 dan 32 tahun, dan telah menjalin hubungan selama satu tahun atau lebih. Studi menemukan, sekedar menghabiskan waktu bersama saja membuat pasangan mengalami sinkronisasi, tapi fenomena ini akan meningkat ketika berpegangan tangan. 

Otak Bisa Picu Obsesi Ketika Jatuh Cinta

Saat baru naksir seseorang, suka susah nggak sih menghempaskan si dia jauh-jauh dari pikiran. Mau makan ingat si Dia, mau tidur ingat si Dia, mau skincare-an, eh muka di kaca kok malah muka si Dia. Well, ini ada alasan ilmiahnya juga, Bae…!

Di awal hubungan, atau di awal rasa suka, cinta itu biasanya intens. Menurut ScienceDaily, hal ini terjadi karena terjadinya penurunan kadar serotonin. Kadar serotonin yang menurun di hubungan dengan obsessive-compulsive disorders alias OCD dan juga memicu perilaku obsesif pada mereka yang sedang jatuh cinta, menurut penjelasan Mary Lynn, co-director dari Loyola Sexual Wellness Clinic, melansir Health Digest

Walau kondisi ini bisa bikin frustasi, fiksasi yang memicu obsesi ini akan memudar setelah fase awal hubungan, kok. Profesor dari Harvard Medical School, Richard Schwartz mengatakan pada Harvard Mahoney Neuroscience Institute, semuanya akan kembali normal satu atau dua tahun hubungan berjalan. Walau ini bukan berarti kamu nggak lagi peduli pada pasangan, tapi obsesi yang intens dan mengonsumsi perhatian pada akhirnya memudar.

So, jadi semua emosi, obsesi, dan bahkan perasaan frustasi yang terjadi saat kamu jatuh cinta itu sudah tahu kan apa saja penyebabnya. Selanjutnya, tinggal bagaimana kamu saja mengontrol diri, ya…!

Nggak cuma soal jatuh cinta lho, ada berbagai informasi seputar kesehatan, kecantikan, dan tren estetika medis yang bisa kamu baca di Beyond Aesthetic. Jangan lupa juga untuk follow Instagram Beyond Aesthetic untuk tau informasi terbaru seputar beauty and wellness.

 

Share this to: